Menurut beberapa pengamat, diantaranya Copeland skandal keuangan yang terjadi pada beberapa perusahaan besar dunia disebabkan kegagalan penerapan etika pada profesi auditor dan akuntan. Bahkan lima belas tahun yang lalu beliau pernah memberikan pandangan pada para partner dari Deloitte & Touche, bahwa ancaman terbesar bagi profesi akuntan publik adalah kemungkinan kehilangan konsensus dalam masyarakat kita mengenai standar etika yang berlaku. Karena auditor sangat bergantung pada kejujuran penyajian laporan keuangan dari klien, dan pada etika dan kompetensi dalam menjalankan profesinya (Reni,2006).
Dalam dunia sekuler sumber kekuatan etika itu adalah berdasarkan rasio atau pemikiran manusia. Sehingga komitmen untuk penegakannya hanya terletak pada komitmen professional. Sedangkan dalam Islam, etika profesi akan dipaksa oleh syariat yang sumbernya dari Allah SWT. Akuntan dan auditor lembaga keuangan syariah wajib memenuhi kode etik yang bersumber dari ajaran Islam dan kode etik yang telah di tetapkan oleh standar audit lainya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (Harahap, 2008).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), mendefinisikan etik sebagai :
(1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
(2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. sedang etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Dalam pandangan Islam, profesi akuntan dan auditor adalah profesi yang diperlukan sebagai fardu kifayah. Seorang akuntan dan auditor muslim dituntut untuk menjalani profesinya dengan akhlak yang baik utnuk memenuhi tujuan sebagai berikut:
a. Untuk membantu mengembangkan kesadaran etika profesi dengan membawa perhatian mereka pada isu-isu etika yang terdapat dalam praktek profesi dan apakah setiap tindakan dapat dipertimbangkan sebagai perilaku yang beretika sesuai dengan sudut pandang syariah sebagai tambahan dari sekedar komitmen etika profesi yang normal.
b. Untuk meyakinkan keakuratan dan keandalan laporan keuangan, sehingga dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan kepada jasa yang diberikan akuntan. Selain itu dapat meningkatkan perlindungan kepentingan baik inttitusi maupun pihak-pihak yang terkait dengan institusi tersebut.
Prinsip Etika Auditor dan AkuntanBerdasarkan code of ethics for professional Accountants yang ditetapkan oleh International Ethics Standards Board For Accountants (IESBA), setiap praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi berikut ini (IAPI,2008) :
(1) Prinsip Integritas,
(2) Prinsip Objektivitas,
(3) Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional,
(4) Prinsip Kerahasiaan
(5) Prinsip perilaku profesional.
Dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), prinsip etika profesi akuntan sebagai berikut:
(1) Tanggung Jawab Profesi,
(2) Kepentingan Publik,
(3) Integritas,
(4) Objektivitas,
(5) kompetensi dan kehati-hatian profesional,
(6) kerahasiaan,
(7) perilaku profesi, dan
(8) standar teknis.
Kode Etik
Etika yang dalam konsep syariat Islam dikenal dengan Akhlak merupakan bagian yang terintegrasi dengan syariat islam itu sendiri, akhlak tidak dapat terpisah dari bagian Islam. Islam menempatkan akhlak atau etika pada posisi tertinggi dan merupakan tujuan dari Islam. Oleh karena itu, Islam mengatur berbagai aspek dalam kehidupan manusia dengan etika, termasuk profesi akuntan dan Auditor pun tidak terlepas dari pengaturan Islam. AAOIFI membuat beberapa landasan Kode Etika akuntan dan auditor Syariah sebagai berikut :
a. Prinsip Integritas
Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan agar dapat memberikan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan. Bersikap dan bertindak jujur merupakan tuntutan untuk dapat dipercaya. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor dapat dipercaya oleh pengguna apabila auditor dapat menjunjung tinggi kejujuran. Sikap jujur ini didukung oleh sikap berani untuk menegakkan kebenaran (bpkp,2008).
Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya. Islam juga menilai perlunya kemampuan, kompetensi dan kualifikasi tertentu untuk melaksanakan suatu kewajiban. Dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 26 disebutkan bahwa: “sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. Dan juga dalam hadits Rasulullah SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.” Dan juga: “Berikanlah kembali kepercayaan kepada mereka yang kamu percayai terhadapnya”. Yang paling penting dari sikap integritas adalah kepercayaan dan Islam selalu mensyaratkan perlunya jujur kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan diri sendiri (harahap,2008)
b. Prinsip Khalifah
Allah menciptakan manusia di bumi mengemban tugas yang cukup berat, yaitu sebagai khalifah atau pemimpin untuk memakmurkan bumi dan segala isinya. Sebagaimana firman Allah: “sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Q.S Al Baqarah 30). “dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi” (Q.S Al An’am 165). “Dia telah menciptakan kamu dari tanah dan menjadikan kamu pemakmurnya” (Q.S Hud 61).
Kekhalifahan ini didasarkan pada prinsip yang menyatakan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di bumi ini adalah Allah SWT dan kepemilikan manusia terhadap kekayaan yang di bumi ini bukanlah tujuan akhir tetapi sebagai sarana untuk menjalani kehidupan dirinya, keluarganya dan masyarakat. Manusia harus memperhatikan perintah dan larangan Allah selaku pemilik semua yang ada di bumi ini dalam penggunaannya sebab manusia akan dimintai pertanggungjawaban bagaimana ia menggunakan kekayaan itu.
c. Prinsip Ikhlas (sincerity)
Landasan ini berarti bahwa akuntan harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya bukan mencari nama. Pura-pura, hipokrit dan berbagai bentuk kepalsuan lainnya. Menjadi ikhlas berarti akuntan tidak perlu tunduk pada pengaruh atau tekanan luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama, ibadah dalam melaksanakan fungsi professinya. Tugas professi harus bisa dikonversikan menjadi tugas ibadah. Jika hal ini bisa diwujudkan maka tugas akuntan menjadi bernilai ibadah dihadapan Allah SWT disamping tugas professi yang berdimensi material dan dunia.
d. Prinsip Taqwa (Piety)
Takwa adalah sikap ketakutan kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan sebagai slaah satu cara untuk melindungi dari akibat negative dan perilaku yang bertentangan dari syariah khususnya dalam hal yang berkaitan dengan perilaku terhadap penggunaan kekayaan atau transaksi yang cenderung pada kezaliman dan hal lain yang tidak sesuai dengan syariah. ketakwaan akan dapat diwujudkan bila kita mematuhi semua perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Allah berfirman dalam Al-Quran: “Hai-hai orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepadanya. (QS. Ali-Imran: 102). Dalam salah satu hadist, Rasulullah bersabda: “takutlah kepada Allah dimanapun kamu berada dan sertailah kejahatan dengan amal yang baik untuk menghapuskanya dan berhubunganlah dengan manusia dengan tingkah laku yang baik”
e. Kebenaran dan bekerja secara sempurna
Akuntan tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan professi dan jabatannya tetapi juga harus berjuang untuk mencari dan menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas professinya dengan melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baik dan sesempurna mungkin. Hal ini tidak akan bisa direalisir terkecuali melalui kualifikasi akademik, pengalaman praktek, dan pemahaman serta pengalaman keagamaan yang diramu dalam pelaksanaan tugas professinya. Sebagaimana Allah berfirman: “ Allah memerintahkan kamu berbuat adil dan berbuat baik” (Al An’am: 90). “dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S Al Baqarah 195). Dalam hadist Rasulullah bersabda: “Allah menyukai jika seseorang dari kamu bekerja dan melaksanakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya”.
f. Allah menyaksikan tingkah laku setiap orang
Seorang Akuntan atau Auditor meyakini bahwa Allah selalu melihat dan menyaksikan semua tingkah laku hambany-Nya dan selalu menyadari dan mempertimbangkan setiap tingkah laku yang tidak disukai Allah. Ini berarti bahwa seorang akuntan/auditor harus berperilaku”takut”kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju atau menyukainya. Sikap ini merupakan sensor diri sehingga ia mampu bertahan terus-menerus dair godaan yang berasal dari pekerjaan professinya. Allah berfirman: “sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (An-Nisa 1). Dan “Maka apakah Tuhan menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya?” (Q.S Ar Raad 33)
g. Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah
Akuntan muslim harus meyakini bahwa allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggungjawabkan semua tingkah lakunya kepada Allah nanti dihari akhirat baik tingkah laku yang baik maupun yang besar. Karenanya akuntan harus berupaya untuk selalu menghindari pekerjaan yang tidak disukai oleh Allah SWT karena dia takut akan mendapat hukuman nantinya dihari akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam QS Annisa ayat 6 dan QS Ali Imran ayat 199. Oleh karenanya akuntan/auditor eksternal atau internal harus selalu ingat bahwa dia akan mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya dihadapan Allah dan juga kepda public, professi, atasan dan dirinya sendiri.