Wednesday 15 December 2010

Definisi Agora dalam hidup saya, DARUNNAJAH !

Agora .
Agora (bahasa Yunani: Ἀγορά, Agorá) adalah tempat untuk pertemuan terbuka di negara-kota di Yunani Kuno. Pada sejarah Yunani awal, (900-700 SM), orang merdeka dan pemilik tanah yang berstatus sebagai warga negara berkumpul di Agora untuk bermusyawarah dengan raja atau dewan. Di kemudian hari, Agora juga berfungsi sebagai pasar tempat para pedagang menempatkan barang dagangannya di antara pilar-pilar Agora.

Dari fungsi ganda ini, muncullah dua kata dalam bahasa Yunani: αγοράζω, agorázō, "aku berbelanja", dan αγορεύω, agoreýō, "aku berbicara di depan umum". Istilah agorafobia digunakan untuk menunjukkan rasa takut terhadap tempat umum. Forum Romawimerupakan bentuk pertemuan bangsa Romawi yang mengikuti Agora dan kadang-kadang disebut untuk menunjukkan Agora.
Sumber: http://wapedia.mobi/id/Agora

Agora adalah semacam tempat perkumpulan yang tadinya hanya di hadiri oleh Raja dan para Filsuf-Filsuf Yunani untuk berdebat atau berdiskusi mengenai masalah ke Tuhanan. Namun seiring perkembangan jaman di Yunani Kuno, Agora di multi fungsikan sebagai tempat berdagang yang penuh dengan penjual dan pembeli.

Seiring dengan berjalannya waktu Agora terus berkembang hingga akhirnya di lain tempat banyak bermunculanpasar-pasar hingga akhirnya banyak yang membuat Mall di jaman metropolitan ini. Itu semua berawal dari agora.
Sumber : iqbalsyams.blogspot.com

Saya menyimpulkan bahwa agora adalah tempat bersosialisasi, tempat bertukar informasi, tempat kita mengetahui apa yang tidak kita ketahui. saya punya defisini tentang agora dalam kehidupan saya. Agora saya adalah Darunnajah, Sebuah pesantren di tengah kota.

Sosialisasi .
Hidup kita butuh sosialisasi. Dari lingkup yang kecil pun kita akan dengan sendirinya terbawa kepada kehidupan bersosialisasi. Lihat saja keseharian kita. Bangun tidur, bertemu Ibu yang secara rutin membangunkan kita di pagi hari, menuju kamar mandi dan bertemu kakak atau adik yang mungkin akan sama – sama ke kamar mandi, sarapan pagi dan bertemu Ayah. Memulai aktifitas pagi dengan bertemu orang-orang terdekat apalagi memiliki hubungan darah adalah suatu kenyamanan tersendiri. Adalah satu kata, RUMAH. Rumahku surgaku, rumahku istanaku. Bagi saya, rumahku bukan hanya surga ataupun istana. Jika ada kata yang lebih indah dari surge atau istana pun, akan saya pakai untuk mendifinisikan pentingnya arti rumah untuk saya.

kehidupan sosialisasi berikutnya adalah teman. Se-geek apa pun seseorang, pasti ada satu atau dua orang yang mengerti akan dirinya. Saya pribadi sangat menghargai arti dari teman, terlebih sahabat. Toh kehidupan kita pun tidak hanya di rumah. Dalam keadaan yang mendesak, subjek pertama yang akan kita mintai pertolongan adalah siapapun yang mengenal kita, seorang teman.
Mencari teman bukanlah hal yang mudah, meskipun ia adalah seorang yang friendly. Tubuh kita mempunyai saraf sensorik, tidak hanya untuk tindakan, tapi juga untuk sebuah rasa ketertarikan akan sesuatu – seseorang. Mungkin ini seperti curhat, tapi bagi saya, tempat ini merupakan titik balik kehidupan saya dari teenage menjadi young adult.
Masa SMA saya adalah masa yang mungkin tidak sama seperti anak SMA seumuran saya saat itu. Dimana saat lulus SMP, teman-teman saya mencari SMA Negeri pilihan, unggulan, atau apalah, namun saya memilih pesantren. Tobat? Bukan. Alasannya cukup singkat, saya Cuma tidak ingin membuang pulsa untuk menanyakan tugas sekolah, atau apapun yang memang membutuhkan penjelasan yan lebih dari teman. Pesantren kan berasrama, jadi hanya butuh mengetuk pintu kamar teman, bertanya, dan voila! Saya menemukan jawaban dari segala pertanyaan saya.

Tapi ternyata, kehidupan di pesantren tidak se simple yang saya bayangkan. Lalu apakah saya menyesal? Tentu tidak. Disini saya mempunyai banyak tantangan, terlebih tantangan untuk diri saya sendiri. Tantangan untuk menahan ego, emosi, bosan, amarah, dan yang paling penting , sifat temperamental yang pernah saya punya.

Darunnajah, definisi Agora dalam hidup saya.


Sejarah singkat Darunnajah.

Periode Cikal Bakal (1942-1960)
Pada tahun 1942 K.H. Abdul Manaf Mukhayyar mempunyai sekolah Madrasah Al-Islamiyah di Petunduhan Palmerah. Tahun 1959 tanah dan madrasah tersebut digusur untuk perluasan komplek Perkampungan Olah Raga Sea Games, yang sekarang dikenal dengan komplek Olah Raga Senayan. Untuk melanjutkan cita-citanya, maka diusahakanlah tanah di Ulujami.
Tahun 1960, didirikan Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Islam (YKMI), dengan tujuan agar di atas tanah tersebut didirikan pesantren. Periode inilah yang disebut dengan periode cikal bakal, sebagai modal pertama berdirinya Pondok Pesantren Darunnajah.

Periode Rintisan (1961-1974)
Pada tahun 1961 K.H. Abdul Manaf membangun gedung madrasah enam lokal di atas tanah wakaf. Ide mendirikan pesantren didukung oleh H. Kamaruzzaman yang saat itu sedang menyelesaikan kuliahnya di Yogyakarta. Untuk pengelolaan pendidikan diserahkan kepada Ust. Mahrus Amin, alumnus KMI Gontor yang mulai menetap di Jakarta pada tanggal 2 Februari 1961.
Karena banyaknya rintangan dan hambatan, maka pendidikan belum bisa dilaksanakan di Ulujami, tetapi dilaksanakan di Petukangan bersama beberapa tokoh masyarakat, diantarannya Ust. Abdillah Amin dan H. Ghozali, berkerjasama dengan YKMI, tanggal 1 Agustus 1961, Ust. Mahrus Amin mulai membina madrasah Ibtidaiyah Darunnajah dengan jumlah siswa sebanyak 75 orang dan tahun 1964 membuka Tsanawiyah dan TK Darunnajah. Balai pendidikan Darunnajah diresmikan pada tahun 1964.
Tahun 1970 ada usaha memindahkan pesantren ke Petukangan, tapi mengalami kegagalan. Dan usaha merintis pesantren pernah pula dicoba dengan menampung kurang lebih 9 anak dari Ulujami dan Petukangan, yakni antara tahun 1963-1964. Dan tahun 1972 menampung kurang lebih 15 anak di Petukangan, namun kedua usaha itu didak dapat dilanjutkan dengan berbagai kesulitan yang timbul.
Para periode ini, meskipun pesantren yang diharapkan belum terwujud, tetapi dengan usaha-usaha tersebut, Yayasan telah berhasil mempertahankan tanah wakaf di Ulujami dari berbagai rongrongan, antara lain BTI PKI saat itu.

Periode Pembinaan dan Penataan (1974-1987)
Pada tanggal 1 April 1974, dicobalah untuk ke sekian kalinya mendirikan Pesantren Darunnajah di Ulujami. Mula-mula Pesantren mengasuh 3 orang santri, sementara Tsanawiyah Petukangan dipindah ke Ulujami untuk meramaikannya. Baru pada tahun 1976, Madrasah Tsanawiyah Petukangan dibuka kembali dan secara berangsur,Pesantren Darunnajah Ulujami hanya menerima anak yang mukim saja, kecuali anak Ulujami yang boleh pulang pergi.
Bangunan yang pertama didirikan adalah masjid dengan ukuran 11 X 11 m2 dan beberapa asrama lokal. Meskipun bangunanya sederhana, namun sudah sesuai dengan master plan yang dibuat oleh Ir. Ery Chayadipura. Pada awal pembangunannya, seluruh santri selalu dilibatkan untuk membantu kerja bakti.
Pada periode inilah ditata kehidupan di Pesantren Darunnajah dengan sunnah-sunnahnya.
1. Aktivitas santri dan kegiatan pesantren disesuaikan dengan jadwal waktu salat.
2. Menggali dana dari pesantren sendiri untuk lebih mandiri.
3. Meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, dengan dibentuk Lembaga Ilmu Al-Qur’an (LIQ), Lembaga Bahasa Arab dan Inggris dan Lembaga Da’wah dan Pengembangan Masyarakat (LDPM).
4. Beasiswa Ashabunnajah (kelompok santri penerima beasiswa selama belajar di Darunnajah) untuk kader-kader Darunnajah.

Periode Pengembangan (1987-1993)
Darunnajah mulai melebarkan misi dan cita-citanya, mengajarkan agama Islam, pendidikan anak-anak fuqara dan masakin dan bercita-cita membangun seratus Pondok Pesantren Modern. Masa inilah, saat memancarkan pancuran kesejukan ke penjuru-penjuru yang memerlukan.

Sampai dengan tahun 2004, Pesantren Darunnajah Group telah berjumlah 41.

Periode Dewan Nazir (1994-sekarang)
Perjalanan sejarah Pesantren Darunnajah yang relatif lama telah menuntut peraturan kesempurnaan untuk menjadi lembaga yang baik. Belajar dari perjalanan pondok pesantren di Indonesia dan melihat keberhasilan lembaga Universitas Al-Azhar Cairo Mesir, yang telah berumur lebih 1000 tahun lamanya, Yayasan Darunnajah yang memayungi segala kebijakan yang telah berjalan selama ini, berusaha merapikan dan meremajakan pengurus yayasan.
Dengan niat yang tulus dan ikhlas, maka wakif tanah di Ulujami Jakarta K.H. Abdul Manaf Mukhayyar, Drs. K.H. Mahrus Amin, dan Drs. H. Kamaruzzaman Muslim yang ketiganya mengatasnamakan para dermawan untuk wakaf tanah di Cipining Bogor seluas 70 ha, mengikrarkan wakaf kembali di hadapan para ulama dan umara dalam acara nasional di Darunnajah pada tanggal 7 Oktober 1994.
Dalam acara tersebut wakif menguraikan niat dan cita-citanya mendirikan lembaga ini diatas sebuah piagam wakaf yang ditandatangani oleh para pemegang amanat, Dewan Nazir dan Pengurus Harian Yayasan Darunnajah yang disaksikan oleh para tokoh masyarakat dan ormas di Indonesia.
Di tahun 2007, Pesantren Darunnajah memiliki 11 cabang pesantren di berbagai tempat; Jakarta, Bogor, Serang, Bengkulu, Kalimantan Timur, dengan luas asset 318 ha.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pondok_Pesantren_Darunnajah
http://www.darunnajah.com/?p=19


kehidupan saya di darunnajah.

Setahun masa perkenalan bukanlah hal yang berjalan mulus. Apalagi semua yang saya temui adalah perempuan. Semua orang tau, kebanyakan wanita berpikir dengan perasaan. Dari buku yang say abaca, ada sebuah kesimpulan yang menarik perhatian saya.


otak wanita jauh lebih kompleks dibandingkan dengan otak pria. Pria memiliki banyak sinapsis di daerah lobus frontalis, sedangkjan wanita mempunyai lebih banyak selubunjg myelin.
Jumlah sinapsis member tahu kita adanya kecepatan tinggi transfer data biolistrik anta sel-sel saraf di daerah frontalis seorang pria. Sebaliknya, pada wanita, distribusi data lebih merata dan proses insulasi atau pencegahan distorsi lebih semourna. Sirkuit atau jaras pengambilan putusan seorang pria sabfa dipengaruhi oleh reseptivitas terhadap testosterone atau dehidroepiandrostenedion, yakni hormon yang terhubungdengan organ reproduksi. Konsep andrigenik ini menjadikan jaras kognitif pria berintensitas tinggi dan bersifat linier.
Wanita membutuhkan durasi lama untuk memutuskan sesuatu karena variable yang diolah otaknya sangat banyak. Ini tidak terjadi pada pria. Bagi wanita, detail dan sistematika runut menjadi kecenderungan otaknya.” Diambil dari novel Galaksi Kinanthi karya Tasaro GK.

Dari ulasan panjang dan melebar diatas, saya sebagai wanita normal mengiyakan kesimpulan terakhir. Membutuhkan durasi yang lama, detail, dan sistematika runut. Ini adalah jawaban mengapa jika 2 oeang wanita sedang mempunyai sebuah masalah, akan lebih lama penyelesaiannya dan lebih rumit. Saya pernah merasakan menjadi salah satu dari dua orang tersebut. Dan karena saya tahu tentang fenomena diatas, maka saya berusaha untuk tidak membuat rumit suatu masalah.

Kembali ke inti tulisan ini. Pesantren ini seperti satu Negara. Saya merasa jadi warga Negara di Negara kecil ini. Contoh kecilnya, ada pada struktur organisasi di dalam wilayah asrama putri. Saya pernah menjadi bagian dari “parlemen” disini.

Jika sekolah lain mempunyai OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), disini kami mempunyai OSDN (Organisasi Santri Darunnajah). selain Ketua, Sekretaris, dan Bendahara –kami menyingkatnya dengan nama KARISDA-, kami mempunyai beberapa bagian khusus. Seperti Bagian Keamanan Pusat, Bagian Bahasa Pusat, dan Bagian Pengajaran. 3 bagian ini yang sangat berperan penting dalam keseharian kami berada dalam asrama.

Bagian keamanan pusat. Tugas mereka disini seperti penegak hokum suatu Negara. Segala tindak pelanggaran akan diurus oleh mereka. Mereka beranggotakan 10-11 orang. Terbagi ke 6 gedung asrama. Telat ke masjid saat waktu sholat, ngumpet sholat, makan bukan pada waktunya, adalah beberapa pelanggaran kecil yang mereka atasi.
Berada di pesantren bukan berarti semua santrinya alim. Banyak juga kasus pencurian, kabur, pacaran, pertemuan putra-putri, sampai tindak asusila seperti lesbi atau homo, mereka pula yang menindak lanjuti. Mereka dibantu oleh beberapa pembimbing –asatidzah- yang turut serta menyelesaikan masalah-masalah ini. Setiap awal masa jabatan, mereka membuat peraturan baru dan mengubah beberapa peraturan supaya lebih fleksibel dalam setahun masa jabatan mereka. Setiap awal masa jabatan, pasti diadakan sidang pleno, untuk mengesahkan seluruh peraturan, larangan, serta kewajiban seluruh santri.

Bagian Bahasa Pusat. Seperti pesantren kebanyakan, kami pun memakai 2 bahasa resmi, bahasa Inggris dan bahasa Arab. Kami dilarang keras berbahasa Indonesia. Maksudnya adalah agar kita bias lebih memahami dan mendalami kedua bahasa resmi tersebut. Learning by doing, adalah motto seluruh anggota bagian Bahasa Pusat.
Setiap harinya mereka wajib memberikan kosakata baru dalam bahasa Arab dan Inggris. Biasanya dilakukan setelah sholat Isya. Memberikan latihan percakapan setiap Jumat pagi setelah sholat shubuh, guna memperlancar percakapan mereka dalam bahasa Arab dan Inggris, walaupun di kelas kami juga memperdalam 2 bahasa tersebut.

Bagian Pengajaran Pusat. Tugas mereka bukan menggantikan guru-guru untuk mengajar santri. Biasanya basis tugas mereka berada di masjid, dan acara keagamaan seperti Muhadlarah (latihan Pidato atau Dakwah), perayaan keagamaan, dsb. Bagian ini juga memperhatikan cara berbusana para santri di bantu oleh Bagian Keputrian. Santri tidak boleh memakai jeans, legging, manset, baju yang panjangnya kurang dari pinggul, rok payung, juga celana pensil.

Selain 3 bagian pusat yang oleh sebagian santri yang agak membandel adalah sebuah nightmare, adapula bagian-bagian lain seperti bagian Kebersihan dan Kesehatan, Bagian Keputrian, Bagian Kesenian, Bagian Olahraga, Pers dan Jurnalistik, Bagian Informasi, Bagian Penerimaan Tamu dan Bagian Dapur. Tugas mereka tidak kalah sulit dibanding 3 bagian yang saya ceritakan diawal.

Adapula 3 bagian yang membawahi 3 ekstrakurikuler seperti Bagian Tapak Suci (Silat), Darunnajah Marching Band, dan Bagian Koordinator (Pramuka). Mereka mempunyai bagian khusus dalam OSDN ini. Ekskul lain seperti basket, renang, senam, dan bulutangkis telah dibawahi oleh bagian Olahraga.

Saya pernah menjadi santri yang harus dididik. Saya pun pernah menjadi santri yang belajar mendidik. Di pesantren inilah saya merasa bernegara dalam sebuah Negara. Pesantren ini mengajarkan banyak hal. Selain pembelajaran di dalam kelas, saya juga belajar di luar kelas. Sebuah pelajaran kehidupan. Belajar tentang bersosialisasi, berbagi informasi, mengasah diri, mengatur ego juga emosi, dan masih berkiblat pada ajaran agama.

Saya pernah membaca sebuah novel dan mengambil beberapa kutipan yang inspiratif, 9 matahari karya Adenita.

“sebenarnya setiap hari itu kita belajar, banyak hal yang tidak diajarkan di sekolah formal tapi justri ada dalam kehidupan nyata. Sekolah biasa tidak mengajarkan bagaimamna menghadapi masalah yang kita temui dikehidupan sehari-hari. Kamu tidak tahu caranya merasakan ikhlas hati, kalau tidak pernah bertemu dengan masalah. Dan kita tidak pernah tahu pahitnya gagal, kalau tidak mengalaminya sendiri. Kita tidak akan menajdi orang yang kuat kalau kita tidak diberi ujian. Semua itu didapatkan disekolah kehidupan. Sekolah kehidupan memang nggak punya ijazah, nggak punya titel. Tapi sekolah itu yang memberikan label pada diri kita. Seperti apa kita ingin dikenal dalam hidup kita. Si pekerja keras, perempuan tangguh, sang penakluk impian, dan title-titel lainnya yang tidak bias kita dapatkan dari sekolah biasa.”

Paragraph itu yang sangat menginspirasi kehidupan saya sejak tahun terakhir saya berada di Darunnajah. saya boleh bandel, tapi edukasi saya pun harus tetap dapat dipertanggungjawabkan. Saya boleh menjadi pemberontak, asal saya tau aturan, tau norma dan batas-batasnya. Kehidupan bersosialisasi jaman sekarang memang sangat bebas, tergantung dimana anda memosisikan diri anda dalam dunia social jaman sekarang. –maya.

No comments:

Post a Comment